Empat Generasi Merawat Cita Rasa Warung Nasi Supira, Ambon

Blog ini berisi tentang kisah perjalanan, catatan kuliner, kecantikan hingga gaya hidup. Semua ditulis dari sudut pandang penulis pribadi

Empat Generasi Merawat Cita Rasa Warung Nasi Supira, Ambon

Saya masih ingat rasa sesuap nasi di Warung Nasi Supira yang saya makan saat masih kanak-kanak. Rasanya seperti makanan rumahan pada umumnya. Tak ada bumbu yang berlebihan, semua takarannya pas. Rasa itu yang kemudian saya masih rasakan hingga merantau.

Ketika saya berkesempatan datang ke Ambon pada 31 Mei 2024, saya tak melewatkan kesempatan untuk nostalgia dengan rasa Warung Nasi Supira. Sejak awal sudah sampaikan rencana saya ke suami yang datang bersama saya. “Bapak harus coba makan nasi di Warung Nasi Supira. Ada ikan dan telur serta irisan tempe kering dan labu siam. Aku juga pengen makan itu,” kata saya.


Suami mengikuti keinginan saya. Maka, ketika seluruh urusan kantor suami selesai, kami pun bergegas ke Warung Nasi Supira yang letaknya di Jl. Kopi 8A, Ambon. Lokasi tepatnya di belakang Jl. AY. Patty yang menjadi jantung kota Ambon. Bergegas kami ke sana, sebelum waktu shalat Jumat tiba. Disana pula, saya janjian dengan mantan rekan kerja saat saya masih sebagai jurnalis.

Tampilan bangunannya dari luar masih tetap sama, sederhana. Hampir tak ada yang berubah. Begitupula tata retak kursi dan meja yang masih mempertahankan ciri khasnya. Kalaupun ada perubahan, mungkin warna cat yang tampak rutin diperbaharui.


Menu utamanya masih sama, nasi ikan dan nasi ikan telur. Mungkin yang berbeda adalah harganya yang mengikuti perkembangan waktu. Saya dan suami memesan nasi ikan telur seharga Rp 24 ribu. Tak perlu menunggu lama, menu yang kami pesan pun tersaji.

Dua porsi nasi ikan telur yang berisikan potongan ikan (ukurannya cukup besar), telur rebus, irisan labu siam tumis, bihun dan kering singkong iris (saya lupa namanya). Walaupun warna ikannya agak merah karena ada taburan cabai, tapi sambalnya menurut saya tidak pedas.

Porsi namanya tak begitu banyak tapi cukup mengenyangkan. Sesuap demi sesuap nasi membawa saya pada masa saya masih kanak-kanak. Menikmati seporsi makanan ini bersama mama, papa dan adik. Tapi kunjungan Mei tahun 2024 itu saya hanya bersama suami. Papa di Jakarta, adik di Surabaya. Mama telah meninggalkan kami pada Mei 2012.



Tapi menikmati menu makan nasi di Warung Nasi Supira kali ini menurut saya agak sedikit berbeda. Pedasnya sambal yang dulu menurut saya dominan, kini tak ada lagi. Rasanya agak begitu tawar untuk tumisan labu siam yang diiris memanjang.

Saya memilih memakannya dengan cara mencampurnya secara perlahan. Saya gunakan sendok untuk mengambil sepotong ikan, irisan labu siam, kering singkong dan nasi. Perlahan, saya suapkan menu makanan itu dan mengunyahnya secara perlahan. Dengan cara ini, menu rasa di Warung Nasi Supira jadi lebih enak.

Cita rasa Warung Nasi Supira ini telah dijaga selama empat generasi. Buat saya, ini harus tetap diapresiasi karena tak mudah mempertahankan sebuah warung sedehana dengan menu yang sama selama berpuluh tahun. Saya mengapresiasi Warung Nasi Supira dan saya brharap, rumah makan sederhana ini masih akan tetap dipertahankan dari generasi demi generasi dengan cita rasa yang semakin lezat dari waktu ke waktu.  

 

 

Posting Komentar