Rach Alida Bahaweres - Travel and LIfestyle Blogger Indonesia

Blog ini berisi tentang kisah perjalanan, catatan kuliner, kecantikan hingga gaya hidup. Semua ditulis dari sudut pandang penulis pribadi

KESEHATAN
Ayam Transgenik Antikanker

Peneliti Institut Roslin menciptakan ayam yang bisa menghasilkan telur antikanker. Melalui rekayasa genetik. Perlu 10 tahun lagi agar bisa digunakan untuk pengobatan; Tahi Lalat Pembawa Petaka

Jangan anggap enteng tahi lalat! Siapa tahu itu pertanda awal kanker kulit. Samah mengalaminya. Nenek 70 tahun ini punya tahi lalat di telinga, tahun lalu. Tapi itu bukan tahi lalat biasa. Rasanya gatal sekali. Warga Jakarta ini lalu menggaruk-garuk tahi lalat itu. Tetapi malah mengeluarkan nanah.Samah lantas berobat ke puskesmas terdekat. Berulangkali berobat, ia tak sembuh juga. Malah lukanya makin membesar. Sudah menyebar ke sekitar mata. Mata kirinya tertutup tahi lalat. Terakhir, ia lantas dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Saat datang, kondisinya sudah parah. Dahinya sudah tertutup. Bahkan hidung bagian atas sudah bolong ''dimakan'' sel-sel kanker. Setelah diperiksa dokter, ternyata ia kena kanker kulit stadium lanjut. Dokter memutuskan membedah tumor ganas itu. Operasi dikerjakan pada akhir November lalu.Benjolan yang sudah merembet itu diambil. Saat dia ditemui Gatra, Jumat pekan lalu, ada bekas jahitan di dahi dan telinganya. ''Saya sudah habis Rp 3 juta,'' katanya. Menurut dokter, akan ada operasi susulan. Samah pun pasrah.Untuk usia setua Samah, mungkin ia hanya bisa pasrah. Tapi banyak pasien yang usianya lebih muda masih berharap banyak pada pengobatan. Tak hanya efektif, melainkan juga murah. Sebab banyak pasien kanker harus menjalani pengobatan seperti radioterapi atau kemoterapi, yang biayanya relatif mahal.

Kemoterapi adalah pengobatan kanker menggunakan obat-obatan beradiasi tinggi.Harapan itu kini datang dari Institut Roslin, Edinburg, Inggris. Lembaga ini sukses mengkloning domba yang populer dengan sebutan Dolly, 10 tahun silam. Kini para peneliti lembaga riset itu pun sukses menernakkan unggas transgenik. Unggas ini, seperti dikutip situs bbc.co.uk, Selasa pekan silam, mampu bertelur. Telurnya mengandung protein yang bisa membasmi kanker.Dalam studi itu, Roslin menggandeng perusahaan bioteknologi Viragen (Skotlandia) dan Oxford Biomedica.

Menurut Helen Sang, ketua tim periset, telur tadi mengandung miR24. Protein ini dipercaya bisa membasmi melanoma, sejenis penyakit kanker kulit. Selain itu, juga berisi protein interferon b-A1, yang bisa memberangus virus dan tumor. Kedua protein itu terdapat dalam putih telur. Hasil studinya dimuat dalam Jurnal Proceedings of National Academy of Sciences, medio bulan ini.Untuk menciptakan telur antikanker ini, Helen Sang mengkloning ayam. Pada saat terbentuk embrio, ia memasukkan gen-gen artifisial berisi protein tadi ke dalam gen ayam, khususnya yang berkaitan dengan ovalbumin. Ovalbumin adalah protein yang membuat separuh isi telur mengandung putih telur. Sebelum dimasukkan, protein itu diekstrak dan disucikan.

Untuk memasukkan gen itu, digunakan virus sebagai vektor. Virus ini membawa materi genetik protein ke dalam DNA (asam dioksiribo nukleus) embrio si unggas. Lalu dibiarkan membiak jadi janin dalam telur. Janin-janin tadi lahir sebagai ayam jantan muda. Peneliti melihat DNA lewat air mani. Ternyata punya DNA baru.Lalu Sang ''mengawinkan'' ayam jantan muda dengan ayam betina yang normal. Anak-anak ayam betina yang membawa gen antikanker diseleksi. Ternyata anak-anak ayam itu tetap membawa gen-gen baru. Ayam-ayam itu dibidudayakan. Menurut Sang, sebanyak 500 ayam transgenik telah dibiakkan.

Hasilnya, anak-anak ayam itu dapat memproduksi protein yang diinginkan. ''Ayam tadi bisa menghasilkan 15-50 mikrogram protein per mililiter putih telur,'' kata Sang.Direktur Institut Roslin, Profesor Harry Griffin, mengatakan bahwa temuan ini banyak manfaatnya untuk pengobatan kanker. ''Ini terobosan baru karena banyak pengobatan medis saat ini sangat mahal biayanya,'' ujarnya. Menurut dia, telur ini lebih praktis dan murah. Ayamnya gampang diternakkan dalam jumlah banyak. Telurnya pun tinggal dikonsumsi. Ini jauh lebih murah dibandingkan dengan susu kambing transgenik. Namun Griffin mengakui, perlu waktu lima tahun lagi untuk diuji klinis pada manusia.

Selang lima tahun kemudian, bisa diproduksi dan digunakan untuk pengobatan.Apa yang dibilang Griffin boleh jadi benar. Sebab, 50 tahun lampau, para ahli telah menggunakan telur ayam. Tapi kala itu baru terbatas untuk membuat vaksin flu untuk ayam. Kini Institut Roslin maju beberapa langkah: menciptakan telur yang siap saji dan bisa digunakan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh menangkal penyakit.Sementara itu, kloning antibodi telah banyak dilakukan. Salah satunya, kloning antibodi sel limfosit B. Terapi monoklonal antibodi ini sudah dimanfaatkan berbagai pengobatan seperti kanker. ''Sudah ada 25 molekul antibodi yang diterima untuk terapi pada manusia,'' kata Dokter Robert J. Etches, peneliti pada Origen Therapeutics, Amerika Serikat.

Terapi antibodi monoklonal diklaim punya kemampuan 10 hingga 100 kali membunuh sel-sel penyakit.Upaya pengobatan menggunakan media binatang belakangan ini terus digalakkan. Selain Roslin, tim peneliti AviGenic, perusahaan bioteknologi Amerika Serikat, juga mengklaim telah berhasil membuat ayam yang telurnya mengandung interferon dan antibodi manusia.Menanggapi temuan itu, Dokter Zulkarnaen, ahli kanker kulit di Rumah Sakit Soetomo, Surabaya, mengatakan bahwa temuan ini bisa dipercaya. ''Tentunya besar kemungkinan bisa mengobati kanker,'' katanya kepada Ary Sulistiyo dari Gatra. Apalagi bila diproduksi secara massal. Orang cukup makan telur untuk mengobati kanker atau mencegahnya. Sebab ia berfungsi sebagai antibodi. Artinya, orang yang terjangkit tak bakal kena lagi.

Bandingkan dengan terapi pembedahan.Sementara itu, Dokter Ahmad Kurnia, ahli kanker kulit pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tak mau berkomentar banyak. Cuma, sepengetahuan dia, sampai sejauh ini belum ada terapi kanker yang bisa mengalahkan operasi dan kemoterapi.
Aries Kelana, Elmy Diah Larasati, dan Rach Alida Bahaweres

Posting Komentar