Jauh sebelum virus corona melanda Indonesia,
antara bulan Mei 1957 hingga Agustus 1958, Indonesia sempat dilanda pandemi Flu
Asia yang diperkirakan menjangkiti 6 juta dari total 78 total populasi
Indonesia kala itu.
Informasi lengkap tentang Flu Spanyol saya ketahui melalui membaca e-book di Gramedia Digital.E-book setebal 468 halaman berjudul Perang Melawan Influenza : Pandemi Flu Spanyol di Indonesia pada Masa Kolonial 1918-1919 ini merupakan pengembangan dari BA Thesis penulis, Ravando, ketika menempuh pendidikan di Leiden University pada 2013. Selain itu penulis melengkapi informasi dari surat kabar yang dikumpulkan dari Perpustakaan Nasional (Jakarta), National Library of Australia (NLA Canberra) dan Asian Collection (Leiden).
Sumber foto : BBC Indonesia |
Secara etimologi, kata ‘influenza’
berasal dari bahasa Italia yang bila diterjemahkan secara harfiah bermakna ‘influence’
(pengaruh). Kata ‘inluenza di duga pertama kali muncul pada 1743 dalam wabah ‘inluenza
di febbre scarlattina’ (wabah demam scarlet) yang menyerang Italia kala itu.
Namun pandemi influenza yang paling fenomenal dan mematikan terjadi antara 1918-1919 ketika Flu Spanyol diperkirakan menjangkiti 500 juta penduduk dunia dan membunuh 50 hingga 100 juta di antaranya. Indonesia menjadi negara dengan rata-rata kematian Flu Spanyol tertinggi di kawasan Asia. Diperkirakan sekitar 1,5 hingga 4,37 juta jiwa menjadi korban Flu Spanyol, dan jumlah korban itu hanya untuk wilayah Jawa dan Madura saja.
Tingginya jumlah penderita Flu Spanyol tidak lepas dari proses penularannya yang sangat cepat yakni melalui droplet. Masa inkubasinya yang singkat yakni hanya berkisar satu hingga empat hari saja.
Ketika Flu Spanyol melanda Indonesia, banyak obat anti influenza tidak berlisensi yang beredar. Para dokter yang belum pernah menangani dilanda kebingungan sehingga berujung maraknya kesalahan diagnosa.
Sebelum virus Flu Spanyol menjangkiti wilayah Indonesia, pemerintah kolonial Belanda sempat menerima telegram peringatan dari konsulat Belanda di Singapura dan Hongkong mengenai kemungkinan serangan virus ke wilayah Hindia Belanda. Namun pemerintah kolonial tidak segera melakukan tindakan pencegahan. Saran dari beberapa dokter di Batavia untuk menerapkan lockdown pun tidak diindahkan oleh Burgerlijken Geneeskundigen Dienst (Dinas Kesehatan Hindia Belanda, BGD) dengan alasan menganggu stabilitas ekonomi pemerintah kolonial.
Flu Spanyol di wilayah Indonesia kolonial terjadi dalam dua gelombang. Serangan gelombang pertama diperkirakan terjadi antara bulan Juli hingga September 1918 dengan serangkaian kasus yang masih tergolong ringan. Diduga kuat, virus ini pertama kali menjangkiti kawasan perkebunan Pangkaran pada Juni 1918 yang dibawa oleh para kuli kontrak dari Singapura.
Serangan kedua lebih masif terjadi selama gelombang kedua yang berlangsung antara Oktober hingga Desember 1981. Saking cepatnya proses penularan virus, Dinas Kesehatan Belanda melaporkan bahwa “er was haast geen plats in Nederlandsch Oost-Indie, welke toen niet door influenza was besmet” (Hampir tidak ada daerah di Hindia Belanda yang tidak tertular oleh influenza tersebut). Dan buku ini menceritakan detail kondisi berbagai daerah yang mengalami Flu Spanyol.
Salah seorang pembaca Sin Po mengirimkan surat ke redaksi Sin Po menuturkan gejala yang dia alami yakni demam tinggi yang bisa mencapai 41 derajat, sekujur tubuh lemas hingga tidak bisa mengangkat kepala. Ada juga yang melaporkan gejala yang muncul adalah demam tinggi hingga lima hari, linu di tulang dan persendian dan badan menjadi lemas.
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahayanya Flu Spanyol ini membuat para editor Sin Po berulangkali menegaskan dalam artikelnya bahwa “itoe penjakit sekarang djadi menoelar dengan lekas sekali, hingga perloe diambil atoeran keras, soepaja tidak terlaloe banjak orang djadi korbannja.
Membaca buku ini juga membuat saya mengenal sosok Dr. Abdul Rivai yang membawa permasalah pandemi influenza dalam persidangan Volksraad setelah ia menyaksikan bagaimana pemerintah kolonial tidak berbuat banyak mencegah penularan yang semakin masif. Selain itu juga adanya diskriminasi pelayanan kesehatan yang kerao diterima oleh kaum Bumiputera.
Hal ini menjadi salah satu alasan tingginya tingkat kormobiditas dan mortalitas di Indonesia masa kolonial. Dinas Kesehatan Hindia Belanda memutuskan untuk membentuk Influenza-Commissie pada 16 November 1918 ketika gelombang kedua influenza mengganas di berbagai wilayah di Indonesia kolonial.
Buku ini juga menceritakan dengan detail bagaimana Flu Spanyol menjangkiti belahan dunia selain selain di Indonesia seperti di Afrika, Amerika, Australia, Selandia Baru dan Kepulauan Pasifik dan lainnya. Ketika Flu Spanyol merajalela di Amerika, pada 4 Oktober 1918, beberapa negara bagian mengeluarkan peraturan yang secara khusus mengatur jam operasional dari pertokoan, kantor dan bangunan publik lainnya.
Selain itu di Dinas Kesehatan Masyarakat di Boston sudah melarang penjualan soda dari gelas karena dianggap sebagai salah medium penularan dari virus Flu Spanyol. Sekolah dan bioskop juga diinstruksikan untuk ditutup sementara hingga keadaan membaik. Tambahan tenaga medis pun didatangkan dari berbagai wilayah.
Dalam buku ini juga, penulis buku mengatakan, berbagai catatan sejarah menunjukkan bahwa pandemi Flu Spanyo ini banyak kemiripan dengan Covid 19 dengan jangka waktu lebih dari seabad. Mulai dari respon dan mitigasi pemerintah yang lambat, pengambilan kebijakan kesehatan yang tidak efektif, buruknya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah hingga sekumpulan orang tak bertanggungjawab yang memanfaatkan situasi demi kepentingan pribadi (Hal xii). Masyarakat kemudian mencari solusi sendiri mulai dari tindakan klinis hingga ritual-ritual berbau mistis.
Sejarah pandemi yang berulang
ini semoga menjadi pembelajaran untuk bagaimana penanganan pandemi saat ini.
Tentunya semua berharap pandemi virus covid 19 yang melanda dunia, terutama Indonesia
bisa terselesaikan dengan baik.
Wah, ternayta ada ya flu Spanyol yang sejak doeloe sudah mengjangkiti Indonesia :) Ngeri sekali ini kayak corus corona yang entah sampai kapan berakhirnya. Penyakit2 yang penyebarannya dari transmisi lokal dan ga sedikit gara2 mobilitas internasional yang sulit dibendung alih2 urusan politik dan isi perut rakyat. Buku yang patut dibaca nih, bagus mb Al.
Reply DeleteYa Allah merinding aku bacanya, tampaknya sejarah berulang ya Mba. Tapi serem juga klo sampe seabad penanganannya kayak di masa lalu, meskipun ada kemiripan semoga di masa kini bisa belajar dari sejarah agar pandemi segera berakhir Dan Indonesia bisa 0 kasus
Reply Deleteaku sempat melakukan research kecil-kecilan tentang flu di Spanyol untuk materi youtube di salah satu tempat kerja lama. Pola dan konsep yang sama dengan virus covid-19, hanya beda kecanggihan teknologi aja ya.
Reply DeleteAamin yra.
Reply DeleteWow pandemi flu spanyol lebih dari seabad, kbayang banget masa2 itu, hal yang mengerikan pengobatan sampe ke hal2 berbau mistis.
Semoga saja pembelajaran buat saat ini ketika dunia mengalami pandemi covid 19.
Kadang-kadang saya suka mikir, apa flu bisa dibilang 'ibu dari segala penyakit?' Abisnya banyak banget jenis flu dengan gejala yang mirip-mirip. Udah gitu, penyakit ini juga punya sejarah panjang termasuk menciptakan pandemi
Reply DeleteWoh, jadi ada buku yang membahas kaya gini ya. Ketahuan jarang baca non-fiksi, jadi minim informasi. Apapun itu, semoga pandemi segera selesai dan kita tetap kuat
Reply DeletePandemi dan wabah penyakin yang menular seperti virus Corona ini ternyata pernah juga terjadi di beberapa abad lalu ya. Penyebarannya begitu masif dan bikin was-was banget jadinya....
Reply DeleteSemoga tetap selalu diberi kesehatan ya kita...
buku ini pembahasannya tentunya sangat berbobot banget ya apalagi saat ini pas banget dengan pandemi seperti ini bisa menjadi inspiratif gitu
Reply DeleteBenar-benar mengulang sejarah satu abad yg lalu ya mba. Harusnya zaman uda maju dan bisa belajar dari pengalaman, tp watak manusia memang sulit diubah sepertinya 🤔
Reply DeleteJadi pengen baca bukunya! Seru banget buku non fiksi yang memaparkan tentang sejarah Flu Spanyol. Apalagi penyakit ini sampai menular hingga ke nusantara. Waktu awal pandemi, sebuah situs berita lokal juga penah memberitakan tenteng Flu Spanyol, entah apakah situs tersebut mengambil sumber dari buku ini.
Reply DeleteFlu spanyol butuh bbrp tahun utk bener2 pulih 1 dunia.. makanya aku ga berharap banyak covid bakal cepet ilang :(. Walopun vaksin sudah mulai dicoba, tp pasti butuh waktu juga utk bisa mendistribusikan merata.
Reply DeleteCuma berharap pelan2 kita semua bisa survive menghadapi pandemi ini.
iya ya mbak, dulu juga ada pandemi flu spanyol
Reply Deletesepertinya buku ini sangat menarik
pas buat dibaca baca saat pandemi seperti ini
Ini yang baru aku dan suami bahas tentang Flu Spanyol, serem banget yaa. Pengen baca ebook nya ah.
Reply DeleteSempet kepikiran sih kata influenza itu sodaranya influencer.. ternyata bener ya. Bermakna sama artinya pengaruh. Mgkn ketularan gitu kali yaa maksudnya.. xixixi.. sebenernya virus influenza itu macam penyakit biasa ya, tapi kalau tidak ditangani dengan benar bisa mematikan. ngeri ya
Reply Deleteemang influenza ga bisa dianggap enteng sih,,, dulu mungkin biasa aja tapi semenjak virus itu beralih atau berubah jadi yang lebih nyeremin macem flu babi, flu burung dan lainnya hingga ke covid 19, so influenza ga bisa dianggap remeh sih,,, ya semoga pandemi ini segera berakhir
Reply Deleteaku jadi ingat cerita pak suami waktu kita lagi ngobrolin vaksin dan ngobrolah tentang pertama kali influenza itu ada. Karena memang jadi mirip sekali dengan pandemi sekarang ini, aku jadi pengen ikutan baca bukunya juga deh ini.
Reply Deleteih ternyata mirip mirip juga sama covid sekarang ya mak.. sampe tutup sekolah juga yaaaa.. huhu. insyaaAllah yang sekarang jg pasti bisa kita lewati dan kembali baik baikl semuanya seperti sebelumnya yaaa.. Aamiin
Reply DeleteHarusnya dengan serius mempelajari sejarah pandemi kita bisa nih ya mengeluarkan kebijakan yang tepat untuk menghadapi pandemi. Apalagi sekarang teknologi dunia medis udah berkembang pesat
Reply DeleteKalau flu sudah melanda, semuanya ga enak. Badan ga enak, pusing dan tenggorokam juga yah huhuhu.
Reply DeleteKalau enggak karena pagebluk ini aku ga tahu ada flu spanyol yang seheboh itu di Masa lampau. Terakhir tahunya flu burung tapi belum jaman medsos seperti sekarang. Entah apa ada yang mengabadikan dalam buku seperti perang melawan flu Spanyol di zaman kolonial.
Reply DeleteBelajar dari sebuah sejarah yang pernah dilalui yaa..
Reply DeleteKala itu pandemi dan kini kita juga harus bisa melewati masa-masa seperti ini, bersama.
Saya baru tahu kalau ada Flu Spanyol dan pernah masuk ke Indonesia
Reply DeleteArtinya memang virus itu berkembang dengan pesat juga ya
Saya sempet mempertanyakan kenapa ada vaksin influenza?
Reply DeleteToh flu bisa sembuh dengan sendirinya dan bukan masuk dalam kategori penyakit mematikan.
Oh, ternyata alasannya ini. Baru tahu zaman nenek moyang pernah dilanda pagebluk gara gara flu Spanyol.
Sayang vaksin influenza belum masuk vaksin wajib di Indonesia.
Harusnya pemerintah bisa berkaca dari sejarah supaya penanganannya cepat.
dulu karena keterbatasan teknologi dan tenaga ahli, pandemi flu spanyol hampir seabad baru bisa dikatakan tidak pandemi lagi. tapj saya yakin, covid 19 akan segera berakhir dalam 2-3 tahun. aamiin
Reply DeleteSenangnya baca buku seperti buku perang melawan influenza ini, jadi bertambah ilmu dan wawasan ya. Baru baca reviewnya di blog ini saja, ku udah tambah pengetahuan tentang influenza, jadi pengen cari bukunya di Google Books, ada nggak ya.
Reply Deletewah jadi belajar sejarah yang menarik nih, terimakasih sudah berbagi ya kak :D
Reply Delete