Rach Alida Bahaweres - Travel and LIfestyle Blogger Indonesia

Blog ini berisi tentang kisah perjalanan, catatan kuliner, kecantikan hingga gaya hidup. Semua ditulis dari sudut pandang penulis pribadi

LAPORAN KHUSUS
Tanggap Dadakan, Ruang Isolasi Penuh

Flu burung kembali mengganas. Pemerintah pusat meminta sejumlah pemda membuat aturan pemusnahan unggas. Informasi soal penanganan flu burung masih kurang.Wajahnya pucat, matanya sembap. Saat ditemui Gatra di ruang isolasi flu burung Rumah Sakit (RS) Persahabatan, Jakarta Timur, Kamis pekan lalu, Nursiman memilih diam, enggan menjawab pertanyaan Gatra. ''Bukannya tak mau bicara, tetapi saya sedang capek,'' katanya. Toh, warga Pondok Jagung, Tangerang, ini akhirnya mau bicara sepotong-sepotong.Nursiman belum bisa melupakan nasib tragis yang menimpa dua saudaranya. Wanita 36 tahun itu harus kehilangan kakak kandungnya, Riyah.

Nyawa perempuan 40 tahun ini meregang setelah disergap flu burung. Anak laki-laki Riyah, Muhammad Soleh (bukan nama sebenarnya), tertolong. Meski sama-sama positif terinfeksi, kondisi Soleh kini membaik.Nursiman tidak bisa mengerti mengapa dua orang dekatnya itu bisa terpapar virus mematikan. Keluarganya tidak beternak ayam atau burung. Cuma, ia mengaku, mereka baru saja membeli ayam dari pasar, 28 Desember lalu. Ayam itu dimasak dan dikonsumsi sekeluarga. Empat hari kemudian, Riyah terkena flu. ''Kakak saya sesak napas, batuk disertai demam,'' tuturnya. I

tu beberapa gejala selain pilek dan suhu badan naik di atas 38 derajat celsius.Riyah berobat ke klinik tak jauh dari rumahnya. Ia didiagnosis menderita asma dan tekanan darah tinggi. Dokter memberikan obat. Toh, tak kunjung membaik. Setelah sempat mencoba pengobatan alternatif, Riyah dibawa ke RS Umum Tangerang pada 8 Januari lalu. Setelah diperiksa, Riyah dinyatakan positif terkena flu burung. Dokter pun langsung merujuknya ke RS Persahabatan. Soleh ikut pula dibopong setelah menunjukkan gejala sama.Riyah dan Soleh langsung digotong ke ruang isolasi Unit Perawatan Intensif (ICU) RS Persahabatan.

Kondisi Riyah lebih parah. ''Ketika datang, pneumonianya sudah menjalar hampir ke seluruh paru-paru dan kesadaran juga sangat menurun,'' kata Dokter Muchtar Ichsan, Ketua Komisi Penanggulangan Flu Burung RS Persahabatan. Dua hari di sana, nyawanya tidak tertolong. Soleh masih bisa diselamatkan. Selain Soleh, ada enam pasien lain yang tengah dirawat. Keenam orang itu masih dalam kategori suspect (lihat: Suspect, Probable, dan Confirm).Selain di RS Persahabatan, pasien-pasien yang diduga penderita flu burung juga berjatuhan di sejumlah rumah sakit pada awal tahun ini. Haddy Yusuf, Kepala Tim Penanggulangan Flu Burung RS Hasan Sadikin, Bandung, mengatakan bahwa pihaknya kewalahan menangani pasien-pasien suspect flu burung. Kapasitas ruang isolasi Flamboyan yang hanya sembilan tempat tidur sudah terisi semua. ''Kami terpaksa merujukkan pasien baru ke RS Paru Rutinsulu, Bandung,'' kata Haddy kepada Sulhan Syafi'i dari Gatra.

Belum termasuk di daerah lain, seperti Semarang. Menurut catatan Gatra, sejak awal Januari lalu terkumpul enam kasus flu burung, lima di antaranya meninggal. Yang terakhir menimpa warga Bekasi, Oktavika Hakim, 20 tahun. Ia meninggal setelah dirawat dua setengah jam di RS Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Angka itu menjadikan Indonesia memiliki 81 kasus, 63 meninggal, sejak 2005. Sekaligus menempatkan Indonesia sebagai pemilik kasus kematian akibat flu burung terbesar di atas Vietnam.Merebaknya kembali flu burung ini membuat pemerintah tidak mau kecolongan untuk kali kedua. Langkah dadakan pun diambil. Pemerintah mengeluarkan larangan memelihara unggas di permukiman. Perintah itu dituangkan lewat surat edaran Menteri Dalam Negeri M. Ma'ruf, tertanggal 18 Januari silam.

Larangan itu untuk sementara hanya berlaku di tiga provinsi: Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. ''Ketiga provinsi ini termasuk yang berisiko tinggi,'' ujar Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat merangkap Ketua Komisi Nasional Penanggulangan Flu Burung, Aburizal Bakrie. Sebab terdapat banyak kasus flu burung di kawasan itu, baik yang menimpa unggas maupun manusia.Pemerintah pusat bakal menerapkan larangan yang sama di enam provinsi lain: Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Lampung. Pemusnahan dilakukan pada pemeliharaan non-komersial. Mereka akan mendapat ganti rugi Rp 12.500 per ekor. Duit itu diambil dari dana APBD dalam bentuk bantuan langsung tunai atau skema program penguatan usaha ekonomi masyarakat.Beragam tanggapan pemda terhadap surat edaran M. Ma'ruf itu.

Pemda Jakarta, misalnya, malah lebih dulu meluncurkan Peraturan Gubernur Nomor 15 Tahun 2007. Salah satu pasalnya berbunyi: masyarakat yang memelihara unggas, seperti ayam, itik, entog, angsa, burung puyuh, hingga burung dara yang tinggal di permukiman, diminta secara sukarela meniadakan unggas. Caranya, mengonsumsi secara benar, dijual, atau dimusnahkan.Itu terhitung sejak 17 Januari lalu. Pemda memberi tenggat dua pekan. Pada 1 Februari, masyarakat dilarang memelihara unggas. ''Jika melanggar, unggasnya akan dimusnahkan,'' demikian bunyi pasal tersebut. Tapi ini bukan harga mati. Apabila warga ingin memelihara unggas sebagai hobi, pemda tak keberatan. Namun pemilik diwajibkan mengikuti prosedur sertifikasi kesehatan hewan oleh Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan. Gratis.''Gubernur ingin melindungi warganya sehingga mengeluarkan peraturan itu,'' kata Ahmad Adnan, Kepala Sub-Dinas Kesehatan Hewan Pemda DKI Jakarta.

Nanti akan diatur lalu lintas unggas hidup yang masuk ke wilayah DKI Jakarta. ''Itu akan dilakukan secara bertahap,'' katanya lagi.Pemda Sumatera Utara juga merespons. ''Daerah ini merupakan cluster flu burung tertinggi di Indonesia, sehingga upaya antisipasi penyebarannya harus betul-betul dilaksanakan,'' ujar Kepala Badan Informasi dan Komunikasi Pemda Sumatera Utara, Eddy Syofian. Pihaknya akan menyiapkan peraturan daerah (perda) untuk mengatur peternakan dan peredaran unggas. Disebut cluster, karena flu burung itu menimpa banyak orang dalam satu keluarga.

Di Sumatera Utara pernah terjadi delapan anggota keluarga terkena flu burung.Sebagai langkah awal, Dinas Peternakan diinstruksikan memperketat lalu lintas ternak unggas dan pupuk kandang di batas provinsi. Populasi ayam peternak ras di Sumatera Utara yang mencapai 45 juta ekor tentu membutuhkan pengawasan ketat. ''Semuanya demi keselamatan orang banyak. Peternakan komersial masih tetap diperbolehkan, tapi harus mudah dan terus diawasi,'' kata Eddy kepada wartawan Gatra M. Rizal Harahap.Beberapa daerah lain, seperti Kota Madya Yogyakarta dan Jawa Tengah, menyiapkan rancangan perda. Jawa Timur menyiapkan peraturan gubernur.

Sedangkan Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan, menyerahkan urusan itu ke pemerintah kabupaten dan kota madya di wilayahnya.Untuk keperluan penanggulangan flu burung secara keseluruhan, pemerintah pusat sudah meningkatkan anggaran. Muchtar Ichsan, Ketua Tim Penanggulangan Flu Burung RS Persahabatan, mengatakan bahwa pemerintah tahun ini menyiapkan dana sekitar Rp 5,5 trilyun. Angka ini lebih banyak ketimbang pada APBN 2006 yang hanya mengalokasikan Rp 4,9 trilyun.Itu belum termasuk bantuan dana dari mitra di luar negeri.

Menurut Muchtar, bantuan sebesar US$ 65,5 juta atau sekitar Rp 589,5 milyar siap mengucur tahun ini, naik dari US$ 35 juta dari tahun lalu.Angka kejadian bulan ini memang mengejutkan. Sebab, sejak Maret tahun lalu, ada tren penyusutan kasus. Ketua Pelaksana Harian Komisi Nasional Pengendalian Flu Burung Indonesia (Komnas PBI), Bayu Krisnamurthi, pernah mengutarakan bahwa pada Maret-Juli 2006 turun dari rata-rata 5,6 per bulan menjadi 3,8 per bulan pada Agustus-Desember 2006. Angka kematian dari kasus confirm juga turun dari 0,87 (Maret-Juli 2006) menjadi 0,65 pada periode berikutnya. ''Meski lemah, angka ini mengindikasikan bahwa kami telah berada di jalur yang benar,'' ujarnya kala itu.

Tak mengherankan bila kampanye flu burung pun digelar. Pemerintah gencar melancarkan sosialisasi ''Tanggap Flu Burung''. Departemen Kesehatan sudah menyebar poster, leaflet, dan dialog di media massa. Bahkan, pada 2007 ini akan dilakukan pelatihan terhadap petugas kesehatan dalam skala lebih luas.Selain itu, juga ada kampanye bertajuk ''Beat The Bird Flu'' yang dilakukan pihak swasta. Langkah ini mencangkup program pertelevisian, iklan layanan masyarakat, poster, dan konser. Kampanye ini berlangsung sebulan. Kegiatan ini berasal dari Komnas PBI.

Karena itu, ketika muncul lagi kasus flu burung, banyak yang menilai kampanye ini masih banyak sisi lemahnya. Dokter Tjandra Yoga Aditama, ahli penyakit paru-paru pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menilai informasi yang disampaikan pemerintah masih perlu dikemas lagi agar lebih mengena. Sebab ia punya pengalaman. Seorang keluarga pasien pernah ditanya mengapa bebeknya yang mati mendadak dipegang dan dibuang ke kali. Apa jawab keluarga itu? ''Keluarga itu mengira, yang dilarang itu adalah ayam yang mati mendadak. Bebek tak dilarang,'' ujarnya.Menanggapi terbitnya beberapa peraturan yang dikeluarkan pemda, Tjandra Yoga Aditama menyambut gembira. Itu merupakan salah satu kegiatan penanggulangan flu burung.

Meski diakuinya, itu akan berdampak pada persoalan sosial dan ekonomi. ''Kalau tidak ada unggas di lingkungan kita, kemungkinan jatuh sakit kena flu burung dapat dikendalikan,'' katanya. Contohnya, Vietnam sudah menerapkan kebijakaan itu. Di beberapa pasar tradisional di Ho Chi Minh, ibu kota Vietnam, tak dijumpai ayam hidup.Muchtar juga sepaham atas langkah tersebut. Tapi ia tak setuju jika diberikan sanksi. ''Cara yang terbaik yakni dengan persuasi saja,'' ujarnya.

Cara persuasi: memberikan informasi yang benar tentang flu burung.Bayu Krisnamurthi mengakui, upaya yang digarap pemerintah penuh tantangan. Menurut dia, jumlah penduduk Indonesia dan jumlah unggas yang terbilang tinggi menjadi salah satu masalah. Tak semua warga menerima informasi tersebut.Kalaupun menerima, tak semuanya memahami dan peduli. Termasuk warga yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya. ''Ada anggapan masyarakat bahwa flu burung tak berbahaya,'' kata Bayu. Komnas PBI pernah menggarap survei terhadap sekitar 600 orang. Hasilnya, 90% mengetahui flu burung. Tapi baru 20% yang tahu cara-cara menghadapinya.
Aries Kelana, Elmy Diah Larasati, dan Rach Alida Bahaweres

แสดงความคิดเห็น