Sebulan lalu, tepatnya 5 November 2021, saya pertama kali naik pesawat saat pandemi. Sebetulnya, saya menghindari tapi keadaan ini mau tak mau harus saya lakukan. Saya agak deg-degan juga saat hendak naik pesawat lagi setelah lebih dari dua tahun tak naik pesawat. Tapi emang belakangan sering ada ketakutan tersendiri saat naik pesawat. Dan ya pas pandemi begini malah makin deg-degan. Entah kenapa.
Naik pesawat saat pandemi teryata ada banyak yang harus disiapkan. Hal pertama adalah swab antigen 1x24 jam karena saya sudah vaksin dua kali. Saya swab antigen sore hari yakni tanggal 4 November 2021 di kawasan TB Simatupang diantar suami. Itu tempat kami swab drive thru saat suami positif covid. Tempatnya lagi pas sepi, alhamdulillah. Biaya tes swab antigen Rp 100 ribu karena ada promo.
Pas di swab saya sudah pasrah tapi yakin hasilnya insyaAllah negatif. Sebetulnya hasilnya bisa ditunggu tapi karena saya dan suami sudah punya janji ketemu teman, akhirnya kami tinggalkan tempat itu. Saya sempat nanya ini nanti hasilnya terhubung ke Pedulilindungi? Kata petugasnya iya. Saya agak tenang pas tahu. Agak sedikit kocak pas selepas saya di swab, suami malah bilang ke petugas “Terima kasih ya Mba sudah mencolok hidung istri saya” Hahhaa.
Malam hari saya cek di aplikasi pedulilindungi, teryata hasil tes swab antigen saya tak ada. Sempat panik. Lalu saya searching dan dapat informasikan kalau jika hasilnya tak muncul di aplikasi pedulilindungi, bisa buka via browser dan langsung screenshoot. Saya pun lakukan dan berharap besok pas check in tak menjadi masalah.
Pagi itu, saya keluar drai rumah pukul 03.00 WIB naik taksi Blue Bird andalan saya kalau penerbangan pagi. Saya sih sudah bilang suami apa saya sebaiknya nggak berangkat dari rumah 02.30 WIB, tapi kata suami kepagian. Baiklah kali ini ini saya nurut suami karena selama ini saya selalu berangkat lebih awal.
Teryata pilihan keberangkatan dari rumah untuk naik pesawat 04.30 WIB adalah pilihan yang kurang tepat. Saya tiba di terminal 3 bandara Soekarno Hatta pukul 04.00 WIB. Itu belum check in! Karena tak ada bagasi, saya langsung saja lari ke counter check in, lupa check in di aplikasi. Pas check in, petugasnya sempat nanya bukti swab antigen, saya tunjukkan hasil surat versi pdf dan screenshoot dari pedulilindungi yang saya klik via browser yang menyatakan saya sudah swab antigen 1x24 jam. Alhamdulillah dipermudah.
Perjalanan berikutnya, saya lupa kalau terminal 3 itu panjang banget. Saya harus naik pesawat di gate 23 sedangkan posisi saya dari gate 11. Jadi butuh waktu hampir 10 menit untuk menuju gate 23 sedangkan waktu keberangkatan sudah mefet. Panik, saya lari dan jalan cepat supaya tak ketinggalan pesawat. Deg-degannya minta ampun ! Untungnya pas sampai masih proses antri check in lagi untuk masuk ke pesawat dan masih banyak yang lebih telat daripada saya.
Bagaimana kondisi di pesawat ? Pramugari menggunakan sarung tangan dan masker tertutup rapat. Para penumpang lain pun saya cek pun menggunakan masker. Tapi untuk tempat duduk tak ada jarak. Saya duduk bersama dua penumpang lainnya tanpa ada jarak. Sepanjang jalan, saya berusaha tidur karena dari jam 2 pagi saya belum tidur. Tapi gagal. Saya shalat subuh di pesawat dan berusaha menikmati perjalanan. Perjalanan agak mendung tapi alhamdulillah semua lancar.
Sebelum keluar bandara, saya baru ngeh kalau harus mengisi data EHAC yang ada di Pedulilindungi. Jadi para penumpang diminta mengisi data lengkap tentang tujuan keberangkatan, berangkat dari mana, naik pesawat apa hingga duduk di kursi nomor berapa. Nanti setelah semua diisi, di scan oleh petugas, baru deh penumpang bisa keluar bandara. Saya tiba di bandara Juanda, Sidoarjo pukul 06.00 WIB dan sudah ada adik yang menjemput.
Balik ke Jakarta Naik Pesawat Saat Pandemi
Pulang ke Jakarta, saya memutuskan tetap naik pesawat dari Surabaya. Saya pesawat ahad sore pukul 15.50 WIB. Sebetulnya agak mepet dengan jadwal selesai pernikahan adik sepupu. Tapi pilihan lainnya saya jadi harus pulang agak malam dan bakalan tiba di rumah pukul 23.00 WIB karena mengingat jarak dari bandara Soekarno Hatta ke rumah saya di Jakarta.
Malam sebelum keberangkatan, saya diantar adik swab antigen dikawasan bandara Juanda. Sebetulnya saya bisa saja swab antigen sebelum keberangkatan, tapi adik saya ngotot harus malam itu supaya besoknya nggak ribet. Tapi satu sisi itu membuat saya nggak bisa menghadiri pengajian jelang pernikahan adik sepupu. Agak sedih sih tapi mau gimana lagi ?
Saya ke tempat swab jam 8 malam dan teryata swab untuk penerbangan Batik sudah tutup. “Adanya untuk umum, bu,” kata petugasnya. Daripada balik lagi, saya pun langsung minta swab umum yang harganya hanya beda tipis dengan swab khusus maskapai tertentu.
Saya isi data manual dan swab cepat hanya satu hidung saja. Saya diminta nunggu 15 menit tapi belum 5 menit, hasilnya sudah keluar dan alhamdulillah negatif. Tapi sedihnya, data saya nggak muncul lagi di pedulilindungi. Padahal di data mereka sudah ada. Alhasil, hasil swab antigen saya minta print yang kemudian saya jadikan bukti ke bandara.
Keesokan harinya, sekitar pukul 13.00 WIB, saya keluar dari hotel tempat acara pernikahan sepupu langsung ke bandara. Saya masih menggunakan baju seragam acara lengkap ama sepatunya. Tapi saya tutupi dengan jaket. Perjalanan ke bandara nggak sampai sejam dan langsung saya mengisi hasil swab antigen secara manual karena data saya tak terekam di pedulilindungi.
Suasana di bandara Juanda |
Antrian tak banyak sehingga saya bisa langsung ke gate keberangkatan. Masih sempat juga makan rujak cingur. Pesawat berangkat tepat waktu, perjalanan lancar jaya tanpa turbulensi yang buat saya senang sekali. Hanya saja, hampir satu jam berada di dalam pesawat saat di bandara karena belum siap bandara menerima kedatangan pesawat yang saya tumpangi.
Kemudian pas keluar bandara, masih harus naik bus kecil ke terminal 3 yang lumayan jauh. Tiba di bandara pun masih harus antri lama karena ada antrian pengisian EHAC. Untungnya saya sudah isi sejak awal jadi nggak ribet walau tetap ngantri karena banyak yang belum ngisi EHAC.
Perjuangan saya pulang belum berakhir. Beli tiket bus Damri pun harus antri. Belum lagi jalan ke tempat naik bus Damri. Dan yang paling melelahkan adalah menunggu bus Damri datang hampir satu jam!
Jadi tampaknya karena pandemi, armada bus mungkin dikurangi. Satu deret yang biasanya isi dua penumpang, kini hanya bisa satu orang saja. Untuk biaya bus Damri naik dua kali lipat menjadi Rp 85 ribu. Sepanjang perjalanan saya tak bisa istirahat walaupun bersyukur jalanan lancar sekali.
Saya janjian sama suami di RS khusus tempat berhenti bus. Sekalin janjian ama adiknya papa alias om saya yang saya beliin khusus nasi kuning Ambon yang dijual di Surabaya. Tiba di rumah hampir jam setengah 10 malam dan daripada sakit, saya makan lagi nasi kuning. Drama belum selesai karena mendadak saya diare dan muntah-muntah. Suami kasih minum obat, belum juga obat masuk ke lambung, saya pun muntah. Hampir dua hari saya bedrest dan hanya beneran makan tidur, makan tidur. Saya ke dokter dan dokter berikan obat dan surat istirahat agar saya benar-benar pulih.
Saya sakit mungkin karena perjalanan lama dan melelahkan (padahal sebetulnya hanya bentar tapi prosesnya yang lama jadinya capek). Dan saya siang tak makan nasi tapi langsung rujak cingur yang menurut saya enak tapi entah kenapa pas nggak bersahabat dengan lambung saja.
Bagaimanapun, situasi naik pesawat saat pandemi ini tak mudah. Mulai dari harus swab antigen, siapkan peralatan seperti handsanitizer, masker, tisue belum lagi perubahan sistem yang membuat waktu menjadi lebih lama.
Yah begitulah pengalaman saya naik pesawat saat pandemi. Mungkin untuk sementara jika tak ada kepentingan sangat mendesak, saya tak akan naik pesawat terlebih dahulu selama pandemi. Tapi tentunya saya berharap pandemi segera usai sehingga bisa naik pesawat seperti dulu lagi.
Sama mba naik pesawat di saat pandemi itu horor. apalagi waktu ayahnya anak anak dimutasi kerjaannya ke batam trus aku nyusul ama anak anak. Yang satu usianya 5 tahun yang satu bayi. Kan parno banget aku. Itu ga berhenti berkali kali pakai sanitizer dan anak anak aku pakein juga terus banyak doa. Hahaha separno itu aku naik pesawat pas lagi pandemi 😂. Ditambah kemarin itu ada aturan anak di bawah 12 tahun ga boleh naik pesawat. Jadi untungnya sehari pas aturan itu berubah kami udah bisa ke batam besoknya hahaha. Rezeki
Reply DeleteSudah 2 tahun aku ngga pergi ke luar daerah mba. Pandemi gini ngga berani soalnya. Tapi kalau kondisi memaksa ya mau ga mau harus bepergian ya mba. Stay safe and stay healthy aja untuk semuanya ya.
Reply DeleteSaya ikut deg degan baca pas berangkat waktunya sudah mepet untuk cek in ya ampyun kebayang larii larii ke gate yg dituju😭
Reply Deleteduh ini tuh jadi bikin aku mikir2 lagi mau ke sby bulan depan, karena rencana mau bawa anak2 kalo kondisi aman habis nataru
Reply DeleteMbak Alida ... bulan lalu aku baru naik pesawat saat pandemi dan kurang lebih samaan kita. hahaha ... jadi kagok gitu loh naik pesawat dengan sistem baru. Celingak-celinguk kudu ngapain di bandara. Alhamdulillah EHAC udah disiapkan dari awal jadi keluar bandara tinggal tunjukin barcode aja. Trus, sampai di tujuan sampai pulang aku sakit dong. Kena flu dan batuk. Anak-anak juga gantian sakit. Kayak kaget dengan perjalanan jauh gini.
Reply DeleteKira-kira kalau sdh vaksin secara lengkap, mungkin sdh tidak lagi melakukan swab ya Mbak.. karena ini semua akan mengambil waktu dan biaya ketika mau bepergian.
Reply DeletePasti panik banget ya, Mbak, kalau waktunya mevet gitu. Sekarang kalau mau naik pesawat emang kudu spare waktu 3-4 jamdari rumah sampai waktu boarding. Karena prosedurnya makin banyak kan. Khawatir pas ada eror di sistem juga. Selama pandemi saya juga belum naik pesawat. Sementara enggak dulu deh. Anteng aja kalau gak terpaksa ada urusan puenting.
Reply DeleteSekarang emang agak ribet kalo naik pesawat pas pandemi. Makanya molly belom mau naik pesawat nih.
Reply Deletesaya belum ada naik pesawat lagi selama beberapa tahun terakhir. tapi pastinya di masa pandemi jadinya lebih ribet ya kalau mau kemana-mana soalnya harus tes antigen/pcr dulu
Reply DeleteDeg-degan banget gak sih, naik pesawat saat pandemi. Aku ngrasain minggu lalu saat harus ke Bontang. mana di app peduli lindungi juga pas gak keluar hasil antigennya. beneran khawatir. Eh, sampai bandara ngelihat antrean warbiyasak panjaaaang. Hadeuhhh. kalo gak demi kerjaan, kayanya mending gak pakai pesawat deh aku. Haha
Reply DeleteDuh, memang ribetnya berkali lipat ya naik pesawat dan transportasi umum lainnya saat pandemi Mbak. Aku belum pernah naik umum nih selama pandemi. jadi pas ke Bogor mudik aku naik kendaraan pribadi agar tidak usah diswab atau dicolok huhu
Reply DeleteWah deg deg baca waktu mepet saat cek in
Reply DeleteBerarti kalo pas pandemi kita harus spare lebih banyak waktu untuk cek in ya mbak
Karena kan harus tes dulu ya
nah ini kejadian sama aku mba, semenjak bekerja lagi (alhamdulillah) jadi sering dinas ke luar kota, jadi merasakan deh naik pesawat di masa pandemi.
Reply DeleteMefet banget xixixi
Reply DeleteIyooo aku jg dengernya dari grup traveler skrng makin rumit, isi EHAC apalah. Trus yg bikin jengkel kebijakan jg suka berubah2. Minggu kmrn gtu, minggu skrng gak tau lagi.
Cuma bisa berharap semoga pandemi usai jd kita semua dimudahkan utk bepergian naik pesawat lagi tanpa ribet ya mbak :D
Oh kalo hasil tes antigen tidak diketemukan di aplikasi peduli LIndungi, pilih cek di browder aja ya? Iya kadang aplikasi peduli lindungi ini lemot meski jaringan internet baik baik aja.
Reply DeleteKamu belum makan siang langsung makan rujak mba,,, pedes ga tuh, duh kangen makan rujak cingur aku di jakarta ga ada yang pas rasa dan isinya. lekas pulih ya mba,,, semangat sehat
Reply DeleteAku selama pandemi ini baru naik KA aja belum naik pesawat sama sekali. Sekarang lebih ketat ya mb Alida kalo kita bepergian dengan pesawat.
Reply DeleteAku juga sempat ngalami ,banyak perubahan ya, mana udah lama gak naik pesawat, sampai di soeta e-hac aku gak ter input, panik awalnya. Kirain harus isi ulang sekaligus sebel. Eh, taunya entah sinyal atau apa. Belum ke enter. Untung cuma tinggal klik aja. Pas pulang, aku juga salah antre pas chek in, hahaha
Reply DeleteNaik pesawat selama pandemi pertama kali Bulan Oktober 2020. Abis itu belum pernah naik lagi kecuali pas pulangnya. Jadi Jakarta Pontianak pp karena ada sepupu nikah.
Reply DeleteKhawatir dan deg degan sih. Saat itu belum pada divaksin dan belum ada aplikasi peduli lindungi. Adanya EHAC aja.
Kalau ga krpaksa-paksa banget, emang mending ga bepergian di masa pandemi ini ya mba, prosedurnya lebih ribet, bikin capek juga 😂
Reply DeleteBanyak checklist yang kudu dilakukan yaa, kak.
Reply DeleteSuami juga sedang ada pekerjaan di Banjarmasin, jadi kudu bolak-balik Jakarta - Banjar.
Semoga Allah lindungi selalu perjalanan ini dan menjadikannya pahala sebagai jihad di jalanNya.
Barakallahu fiik, kak Alida.
Duh beneran ikut tegang membaca ceritanya umi Ayash. MasyaAllah perngalaman pertama yang bikin degdegan sekaligus jadi paham situasi naik pesawat di masa pandemi yaa. jadi tahu harus melakukan apa saja ketika kita akan menggunakan transportasi pesawat.
Reply DeleteBaca blogpost ini jadi ikut deg2an ngebayangin hecticnya di bandara. Emang kudu minimal 2,5 jam sebelum keberangkatan udh sampai di bandara ya? Biar aman.
Reply DeleteBTW kalau tes swab di bandara ama di lab apa beda harganya jauh?
Ribet juga naik pesawat saat pandemi.. Udah gitu kebayang deh pakai masker harus lari2 ke gate 23. Inget pengalaman ku sendiri pas balik ke Solo dari Jakarta. Tapi untung lancar2 semua ya. Jaga kesehatan selalu mak.
Reply Deletesaya juga pernah waktu awal awal pandemi naik pesawat umi, alhamdulillah belum seribeut sekarang. memang benar, lebih baik di rumah saja kalau memang tidak ada keperluan, mayan juga capek ya naik peswat di zaman pandemi begini
Reply DeleteSeandainya pesawat terbangnya cuma diatas genteng, mungkin bisa naik depan rumah tiap hari hehe
Reply Delete