Terlahir dengan darah Arab yang mengalir di dalam tubuh, jujur saya penasaran bagaimana perjalanan nenek moyang saya. Papa saya terlahir di Ambon dan memiliki ayah bermarga Bahaweres serta mama bermarga Bamahry. Keduanya saya panggil Bib (untuk kakek) dan Baba (untuk nenek).
Papa saya menikah dengan Mama
yang bukan keturunan Arab. Setelah saya lahir di Sidoarjo, keduanya
pindah ke Pulau Seram, Maluku dan kemudian berpuluh tahun menetap di Ambon
sebelum kemudian pindah ke Sidoarjo, Jawa Timur.
Dalam perjalanan hidup, saya
pun penasaran dengan identitas keluarga saya yang terlahir sebagai orang Arab.
Sebetulnya, salah satu yang tahu keluarga besar saya adalah saudara Baba.
Beliau sempat cerita banyak tapi sayangnya saya kurang menyimak dan mencatat
baik dan ketika beliau meninggal, ada penyesalan saya agak mengabaikannya.
Sumber foto : Kutukata.id |
Dan di kemudian hari, saya
menemukan ebuku yang ditulis Huub de Jonge berjudul ‘Mencari Identitas Orang
Hadrami di Indonesia pada tahun 1900-1950. Ebook ini saya baca di Gramedia Digital. Saya pernah berjumpa langsung dengan
Huub de Jonge sekitar tahun 2006 di Sumenep, Jawa Timur. Waktu itu saya menulis
panjang untuk majalah Gatra terkait penelitian Huub tentang hubugan orang Bali
dan Madura.
Dalam pandangan saya, Huub
adalah pribadi yang menyenangkan serta ramah. Seingat saya, ia juga bisa
berbahasa Indonesia. Kami sempat ngobrol panjang soal penelitiannya. Dan bahkan
saya memotretnya. Sayangnya, setelah itu saya hilang kontak. Tapi bersyukur
menemukan karyanya melalui buku ini.
Apa Saja yang Dibahas di Buku Mencari Identitas Orang Arab Hadrami di Indonesia
Zeffry Alkatiri dalam sekapur
sirih di buku ini menulis bahwa pencarian identitas ini adalah pencarian yang
terus menerus dan tidak berkesudahan. Dalam buku ini diungkapkan hubungan
internal sesama orang Arab sebagai masyaralat pendatang maupun hubungan
eksternal dengan masyarakat yang lebih luas.
Huub menuliskan buku ini
berdasarkan pengkajian sumber tertulis seperti buku, artikel. dokumen arsip dan
wawancara dengan anggota komunitas Hadhrami. Dan ini dilakukan di Belanda,
Inggris, Indonesia. Semua artikel dalam buku ini berkaitan dalam buku ini berkaitan
dengan perubahan identitas yang dialami oleh orang Hadrami yang dilahirkan dan
dibesarkan di Hindia Belanda.
Imigran generasi pertama berorientasi, dan sangat setia kepada negeri asal
mereka. Namun di kalangan anggota generasi yang lahir di kepulauan Indonesia,
ikatan yang dulu erat tersebut berangsur-angsur berkurang meskipun tidak selalu
menjadi longgar.
Apa saja yang dibahas di buku
ini ? Artikel pertama membahas perjuangan kelas komunitas Hadrami di Hindia
Belanda yang antara lain dilakukan melalui pertarungan gelar simbolis.
Selanjutnya artikel yang membahas prosedur imigrasi yang kadang-kadang ambigu
berkenan dengan orang Hadrami.
Buku ini juga membas posisi
orang Hadrami pada masa pendudukan Jepang dan masa perjuangan kemerdekaan
melawan Belanda. Ingin tahu tentang saran politik tentang penduduk Hadrami yang
diberikan oleh orientalis Belanda ? Buku ini bisa menjadi pilihan.
Sebagian besar imigran Arab
pada paruh kedua abad ke 19 dan paruh pertama abad ke 20 berasal dari
Hadramaut. Dari sudut pandang ekonomi, orang Arab cenderung berhasil di
lingkungan baru mereka. Bersama orang Tionghoa, komunitas imigran terbesar di
koloni, orang Hadrami menguasai perdagangan perantara dengan masing-masing
kelompok berorientasi pada produk
tertentu.
Pada paruh kedua abad ke 19, kampung-kampung Arab
menjadi penuh sesak. Orang Arab pun mendapat diskriminasi walaupun dianggap
memiliki kedudukan yang sama. Hal ini terjadi karena minoritas Arab dianggap
lebih merusak kesejahteraan masyarakat luas daripada kelompok perdagangan asing
lainnya. Pemerintah juga dianggap kuatir terhadap pengaruh mereka dalam masalah
agama.
Untuk
waktu yang lama, penduduk Arab di Hindia Belanda bereaksi terhadap tindakan
diskriminasi dengan cara yang sama seperti orang asing lainnya yakni dengan
sikap pasrah, penghindaran dan perlawanan pasif. Kebijakan yang diterapkan dan
menghambat perkembangan potensi ke ekonomi membuat orang Arab semakin giat
mencari nafkah.
Bagaimana posisi perempuan di kalangan Hadrami ?
Di halaman
151 buku ini menuliskan bahwa tidak ada organisasi selain PAI dan tidak ada
jurnal selain Aliran Baroe yang lebih banyak mengkampanyekan emansipasi
perempuan Hadrami di Indonesia sebelum Perang Dunia II. Dan hampir setiap edisi
membahas posisis ketinggalan zaman yang ditempati gadis dan perempuan Hadrami.
Segala
sesuatu yang menyangkut perempuan dipandang sebagai rahasia yang tidak patut
dibicarakan di depan umum. Jurnal Aliran Baroe memiliki rubrik perempuan yakni
Taman Poetri yang dalam kurun waktu panjang ditulis A.A Noor dan kemudian
ditulis oleh perempuan lainnya. Hal ini dianggap tak lumrah karena kebanyakan
orang Hadhrami beranggapan bahwa perempuan harus menjauhi kegiatan dan bahkan
perempuan dilarang menyebut nama mereka di depan umum atau bahkan menampilkan
nama mereka di media cetak.
Hingga
memasuki tahun 1930 an, sebagian besar perempuan Hadhrami sangat jarang terkena
sinar matahari, terkurung di rumah. Mereka umumnya buta huruf dan hampir tak
tahu apa yang terjadi di dunia.
Kontak
mata dengan tamu sangat dilarang. Mereka berbicara dari balik tirai atau pintu.
Namun setelah berdirinya PAI, ada pelonggaran pingitan terhadap perempuan,
terutama di kalangan hartawan kelas menengah dan elite bisnis kecil yang kaya.
Perempuan pergi belanja bersama, menemani suami ke bioskop atau bahkan diperbolehkan
bertegur sapa dan berbicara dengan etnis lainnya. Aliran Baore mengkampanyekan
pendidikan aanak perempuan dan dewasa yang memberikan kebebasan bergerak lebih
besar dan memungkinkan untuk mengungkapkan pendapat.
Dalam
buku ini juga Huub menuliskan bahwa dalam jangka waktu empat puluh tahun,
minoritas Hadrami di Hindia Belanda berkembang dari komunitas yang sebagian
besar beorientasi Arab dengan wajah Indonesia menjadi kelompok yang sebagian
besar berorientasi Indonesia dengan cap Arab.
Membaca
buku ini juga bisa diketahui bahwa Huub secara teliti dan berhati-hati mencari
beragam sumber informasi serta literasi untuk proses pencarian identitas
komunitas orang Arab di Indonesia. Dan bahkan Huub mencoba mengungkapkan segala
sesuatu yang mungkin masih terasa asing untuk di bahas terkait kehidupan orang
Arab.
Saya
merekomendasikan buku ini untuk dibaca agar mendapat wawasan terkait proses
pencarian jati diri orang Arab. Dan tentunya berharap ada banyak lagi yang
meneliti kehidupan orang Arab setelah tahun 1950.
keren mba review bukunya, saya nggak baca bukunya jadi sedikit banyak tahu isinya dan gambaran garis besarnya, tapi tetap menyisakan rasa penasaran untuk baca langsung bukunya :)
Reply DeleteIya mba WInda. Menarik untuk tahu :)
Reply DeleteWaktu kita ketemu itu, aku aslinya sungkan mau nanya, Mbak Alida nih ada keturunan Arab kah? Kok cantik bingits kayak gadis Arab.
Reply DeleteMembaca tulisan ini, seketika aku membayangkan bagaimana perjuangan orang jaman dahulu ya, dalam hal ini perjuangan suku dari Arab yang berjuang cari nafkah di mari.
Hehhe makasih mba Rani :*
Reply DeleteIya tak mudah ya
Soal asal usul keluarga yang gak pernah ketemu tu aku menyesali jg keluarga bapakku tu kyk udah ilang. Mbahkungku cuma dua bersaudara katanya, nah saudara satu2nya ini mbuh di mana, tau kotanya tapi gk tau wajahnya skrng dan bingung nyarinya mulai drmn.Pernah diiklanin koran ya gk berhasil.
Reply DeleteKalau keluarga suamiku yg mencar bisa ditemukan krn waktu itu pakmer punya akses ke dispendukcapil di Jkt,akhirnya bisa ditemukan yg ilang2 yg merantau ke Jkt.
Sejarah org Arab di Indonesia ini menarik, dulu kyknya masuk dr pintu perdagangan ya mbak?
Weh kebayang dulu perempuan Arab susah sekolahnya ya :(
Eh tapi wong jowo yo idem, kecuali deket ma londo pd masanya hehe
Itulah. Kadang kita anggap ga penting tahu asal usul ya pas mereka masih hidup. Tapi buat anak cucu harusnya tahu
Reply DeleteBagus buat dibaca untuk menambah wawasan mengenai jati diri orang arab ya. Mempelajari hal yang kita gak tau jadi tahu kadang memang menarik.
Reply Deletememang menarik yaa mba untuk tau dan belajar tentang sejarah asal usul kita dan keluarga ya mba. Aku asalnya dari mana yaaaa
Reply DeleteHayook dari mana, mba :)
Reply DeleteAdiknya Bapak juga menikah dengan orang Arab, kak..
Reply DeleteMashaAllah~
Senang kalau sedang mau punya hajat, karena ramai, keluarga besar yang selalu kompak.
Alhamdulillah ikut bahagia mbaa :)
Reply DeleteSenang sekali kak Alida..
DeleteTapi yang paling terlihat dari kak Alida selain wajahnya adalah naman fam-nya yaah...
Ini uda Arab banget, fam bahaweres.
Wah pantas Mba Alida ada raut Arab-Arabnya... ternyata ada turunan Arabnya juga ya... Jadi ingat saya waktu kecil kalau ga dibilang gadis Ambon ya Arab... padahal idung saya ga mancung hahaha....
Reply DeleteHahhaa ada ada aja ya mba :)
Reply DeleteSekarag aku tahuuuu, hidung dirimu kok auto-mancung ora perlu shading endebra endebre ini ternyata karena ada keturunan arab tooo
Reply DeletemasyaAllah.
AKu juga pengin ngerti serba/i riwayat dan silsilah keluargaku mba
ya walopun wong jowo kabeh, tapi siapa tau ada cerita menarique juga ye kan
Yakin nih Mbak Nurul asli orang Jawa semua? Kan orang Indonesia tuh aslinya dari berbagai suku ras.
Reply DeleteAku sendiri mau ngaku turunan cina-arab kok isin ya, secara kayaknya udah jauh turunannya - generasi ke-4. hahahha.
aku termasuk yang penasaran juga soal asal-usul keturunan orang tua sebelumnya Kak tapi buyut dulu dimakamkan di Jakarta dan karena ngga dirawat udah ditimpa dengan makam baru.
Reply DeleteMenarik sekali cara mba Lid reviewnya. Aku tadi sempet zoom pas bagian cara ngobrolnya dr balik pintu/tirai, kayak yg di film ayat2 cinta gitu yaa
Reply Deletengomongin asal usul, keluarga bokap masih ada keturunan timur tengah, cuman sayang gak nurun ke cicitnya dalam hal bentuk hidup yang mancung hehhe.. tapi emang seru ya kalo bisa menelusuri jejak sejarah keturunan
Reply DeleteAku punya adik sepupu laki2 yang menikah dengan turunan Arab, pernah mendengar cerita keterbatasan soal perempuan yang harus gini gitunya. Kek cerita di buku ini soal posisi perempuan di kalangan Hadrami .
Reply DeleteBtw kalo ngelihat wajah Mak Alida emang wajah2 Arab ko
Wajah Mbak Alida memang kelihatan ada Arab-nya :) Mencari silsilah dan sejarah keluarga tuh ga mudah ya, apalagi jika banyak tetua yang sudah tiada. Buku ini bermanfaat banget dibaca supaya kita tahu asal-muasal garis keturunan keluarga.
Reply Deleteaku suka banget gaya pemaparannya kak, ngikutin dari awal sampai akhir dan aku pernah mendengar sendiri dari beberapa sodara yang tinggal alam di wilayah Arab soal budaya yang Kak Alida tuliskan diatas ternyata benar adanya ya.
Reply DeleteMba wajahnya Arab dan seperti temenku mba. Ayahnya ada keturunan arab, di ambon. Dia harus nikah sama darah arab juga, keluarga besarnya bener2 besar. Silsilahnya kayak tercatat jelas runut 😆
Reply DeleteOh iyaa mba lidha lahir di jateng ya. Arab Indonesia banget ikii ayu tenan
Mbak, kok seru banget sih ini ceritanya. Menelusuri silsilah keluarga. Saya belum pernah kepikiran begini. Tetapi, jadi pengen juga ya tanya-tanya ke keluarga.
Reply DeleteTadinya Mbak Rach Alida tu saya kira ya keturunan Padang. Orang Padang kan banyak yang mirip orang Arab. Ternyata emang ada keturunan Arab ya Mbak. Barokallah ya Mbak.
Reply DeleteSenang banget ya Mbak Lidha menemukan buku yang isinya mengungkapkan jati diri keluarga, jadi bisa ditelusuri asal usulnya, tahu sejarahnya..
Reply DeleteUnik juga latar belakang keluarganya mbak Alida, ada Arab, Maluku ya. Syukurlah bisa menemukan ebuku tentang mencari identitas orang Hadrami di Indonesia jadi bis atau sejarah masa lampaunya ya.
Reply DeleteBaca buku sejarah kaya gini jadi membuka wawasan juga ya mbak, jadi tahu juga nih ada ada kelas komunitas Hadrami
Menyusuri kehidupan imigran di Indonesia memang menarik ya, Mbak. Apalagi untuk keturunannya bisa mengetahui sejarah nenek moyang tentu jadi ilmu yang berharga.
Reply DeleteSilsilah keturunan arab menarik juga ya dibahas, tentunya makin semangat untuk membaca buku lagi. Aku ada keluarga keturunan arab, ganteng banget hahahh
Reply DeleteKangen baca buku yang menceritakan sedikit banyak soal sejarah kyk gini, jadi tahu tentang masa lampau kehidupan nenek moyang kita dahulu seperti apa.
Reply DeleteAku waktu SMA karena sekolah Islam, punya banyak teman orang Arab, tapi asalnya beda-beda. Ada yang dari Yaman, Pakistan, ada lagi, tapi gak tahu dari mana. Pokoknya ya tahunya dari Arab. Mereka masih model pernikahan aja dijodohkan, dan kalo bertamu, cewek gak boleh gabung dengan cowok. Jadi temen cewek itu gabung sekelas dengan cowok baru ketika masuk SMA.
Reply DeleteMembaca kisah sejarah yang bisa mengorek asal usul kita pasti menarik ya Mbak
Orang-orang Yaman dahulu terutama pendahulunya beremigrasi bukan untuk mencari kekayaan atau penghidupan yang layak melainkan untuk berdakwah menebarkan ajaran ISlam secara damai.
Reply DeleteBuku yang menarik kak..Apalagi ada hubngannya dengan jati diri kita sendiri ya.. Ternyata udah pernah ke SUmenep ya kak..hehe DI Sumenep aku tinggal deket sama Kampung Arab..teman-teman juga banyak yang dari situ..Marganya macem-macem ya..
Reply DeleteAKu baru tahu golongan harami mak. bisa tercatat rapi dengan bahasa yang gampang ya mak ternyata kalau kita baca di sini
Reply Deletejadi lebih mudah mengerti sejarah dan silsilah
wah bukunya menarik ini mbak
Reply Deleteaku juga punya darah arab meski dari keturunan ibu
aku juga pengen tahu nih tentang asal usul orang Arab
jadi pengen baca bukunya
Aku kok penasaran pengen dirimu mengulas lebih dalam lagi ya Alidha,
Reply DeleteAku suka banget mengulik sejarah seperti ini, dan kalau di keluarga besar Bapak, untunglah ada beberapa sepupu dan om yang jurnalis dan penulis, mereka mau bersusah payah mencari para pinisepuh, tinggal di mana, gimana ceritanya dan juga ada sertifikat keturunan kalo ga salah dari kesultanan Banten
Wah seru ya. Pastinya deh, Mbak Alida penasaran dengan silsilah keluarga besar. Aku juga begitu. Kata mama sih, aku juga ada keturunan Tionghoa-nya. Tapi udah jauh memang. Tapii ya gitu, aku juga penasaran dengan silsilah ini.
Reply DeleteSekaligus mengubah mindset negatif kalau orang Arab itu banyak negatifnya
Reply DeleteAku dari kecil gitu soalnya
Padahal lo setiap negara memang punya karakter warga negaranya masing-masing
Kakek ade (dari Mama) juga berasal dari keturunan Arab di Ambon, Mba. Menikah dengan orang Palembang. Jadi semua peninggalannya di Palembang. Baca review buku ini , jadi kepo mau menulusuri juga keturunan Aba (Kakek Ade) yang di Ambon.
Reply DeleteAssalamualaikum, maaf Alida, saya tertarik dengan babak anda dari marga Bamahry, saya Ghazie Bamahry, asal ambon dan sekarang berdiam di ternate, bagaimana saya bisa melanjutkan komunikasi dengan Anda? trims salam
Reply DeleteHalo kak Ghazie. Bisa melalui email beta ee di lidbahaweres@yahoo.com. Danke :)
Reply DeleteGha
Reply Delete