Seorang anak perempuan berusia belasan tahun bersiap untuk mudik lebaran dari Ambon ke Sidoarjo, Jawa Timur menggunakan kapal laut. Perjalanan dari Ambon ke Sidoarjo membutuhkan waktu empat hari tiga malam. Segala perlengkapan telah siap. “Jangan lupa bukunya dibawa,” kata Papa. Anak perempuan itu menganggukkan kepala kemudian bergegas mengambil tiga buku yang dibeli sehari sebelumnya. Buku-buku itu kemudian dimasukkan ke dalam tas ransel. Di kapal, buku-buku itu kemudian menjadi teman untuk ‘membunuh’ kebosanan. Perjalanan empat hari tiga malam terlalui tanpa bosan.
Anak perempuan itu adalah saya. Pengalaman itu terjadi di waktu lampau namun masih terkenang hingga kini. Setiap kali melakukan perjalanan jauh, buku selalu setia menemani. Kedua orangtua saya mengenalkan buku kepada saya sejak kecil. Komik Donal Bebek merupakan komik pertama yang saya miliki. Dari komik itu saya mempelajari ketulusan hati berteman, ada sifat kikir dan jahat dalam kehidupan. Saya juga berkenalan dengan Casper, tokoh hantu baik hati yang gemar menolong. Setiap kali membelikan buku-buku tersebut kerap berhadiah miniatur tokoh. Nah, mama yang kemudian menata di rak saat masih tinggal di Ambon.
Takkala duduk di kelas empat SD (Sekolah Dasar), saya mulai berlangganan majalah Bobo. Setiap kali majalah Bobo itu terbit, kami sekeluarga pergi ke toko buku dengan berjalan kaki. Majalah Bobo semakin membuka wawasan saya tentang berbagai hal. Saya mulai berkenalan dengan tokoh Bona, Nirmala hingga permainan teka-teki di majalah itu. Salah seorang teman Mama pernah memberikan hampir dua puluh komik bekas sejenis ‘Candy-Candy’. Walapun komik bekas, saya girang bukan kepalang saat mendapat komik-komik itu.
Dengan bertambahnya usia, saya juga menyukai majalah remaja seperti ‘Kawanku’ dan ‘Gadis’. Di kedua majalah itu membantu saya saat proses pencarian jati diri. Namun di saat itu pula, saya telah menyukai membaca majalah. Saya ingat, saat di Ambon saya membuka lembaran demi lembaran majalah milik om.
Bib (panggilan saya kepada Kakek), memiliki rak buku yang diletakkan di lantai dua rumahnya. Buku-buku tersebut adalah buku yang berhasil di selamatkan saat kebakaran yang melanda toko buku milik Bib. Dari buku-buku Bib yang mayoritas berisi buku-buku islami, saya kemudian belajar banyak. Saya masih ingat buku yang kerap saya baca adalah misteri segitiga bermuda. Walaupun agak terkesan mistis, namun dari buku itu saya semakin tahu bahwa ada ‘dunia lain’ selain dunia yang dihuni manusia. Saat di Ambon, saya juga gemar datang ke perpustakaan daerah yang berjarak satu kilo dari rumah. Walaupun harus berjalan kaki, saya selalu bersemangat ke perpustakaan. Terasa tenang dan puas rasanya bisa membaca sepuasnya. Sebelum tidur saya selalu membaca buku. Rasanya tak lengkap membaca sebelum tidur. Mungkin ini pula yang membuat saya harus memakai kacamata saat kelas 6 SD. Dan, saya pun masih kerap tertidur sambil memegang buku sambil memakai kacamata. Saya ingat papa yang kemudian kerap melepaskan kacamata saya jika saya telah terlelap. Sayangnya, semua buku itu lenyap saat konflik Ambon tahun 1999.
Ketika pindah ke Sidoarjo di tahun 1999, saya seringkali menyewa buku di sebuah tempat penyewaan. Di tempat penyewaan itu, saya mulai membaca novel-novel barat seperti novel romantis karya Nora Robert hingga novel detektif Agatha Christie. Saya juga membaca buku karya pengarang Indonesia yang terkenal yakni Mira W.
Duduk di bangku kuliah dan menyadari mencari uang tak mudah, saya mencari ide agar tetap bisa membaca namun tak mengeluarkan uang banyak. Saya kemudian mencari info apabila ada peluncuran buku. Nah, biasanya selalu ada kuis-kuis yang berhadiah buku. Jadi, setiap kali datang saya selalu angkat tangan dengan harapan bisa mendapat buku. Hhehehe ... Saya bersyukur, selalu mendapat buku dengan bonus tanda tangan pengarang.
Saat mulai kerja paruh waktu, saya memiliki anggaran membeli buku sebesar Rp 100 ribu per bulan. Buku-buku itu saya beli di toko buku yang menjual harga lebih murah. Harganya lebih murah karena toko buku itu tak berpendingin udara seperti AC. Hanya kipas angin saja. Dengan membeli buku di tempat itu, saya bisa mendapatkan harga murah. Saya juga kerap berburu buku atau majalah bekas. Saya senang membeli buku atau majalah bekas yang masih dalam kondisi bagus.
Kegemaran saya membaca didukung tempat kerja saya saat itu. Ada rubrik resensi buku dan biasanya buku yang diresensi boleh dimiliki. Bayangkan, boleh memiliki buku plus ditambah dibayar pula. Siapa yang tak senang? Jadi, jangan heran ya kalau saya suka meresensi buku. Kebiasaan ini kemudian masih terjadi saat saya pindah ke Jakarta di tahun 2006. Pindah ke Jakarta membuat akses saya untuk mendapatkan buku menjadi lebih mudah. Saya kerap datang ke pameran-pameran buku dan berbagai toko buku.
Hingga memiliki anak, kesukaan saya kepada buku tak berkurang. Saya membeli buku tentang kehamilan, menyusui hingga menyiapkan makanan pendamping ASI. Saat anak saya, A lahir, mainan yang ia miliki pertama adalah buku yang penuh warna dan gambar serta bisa dimainkan sepuasnya.
Saya juga senang mengajak keluarga ke toko buku. Walaupun terkadang niatnya hanya lihat-lihat buku, namun tampaknya tak puas jika tak membeli walau hanya satu buku. Anak saya, A, pun menjadi anak yang gemar pada buku. Sejak A masih belum bisa membaca, saya sering melihat ia duduk sambil membuka lembaran demi lembaran buku.
Kini, setiap kali membeli buku buat saya, A pun selalu minta dibelikan buku. Karena koleksi buku yang semakin banyak, rak buku sederhana milik saya jebol. Kemudian suami membeli dua rak buku dari kayu jati yang kokoh agar tak jebol lagi. Namun dua rak buku yang masing-masing terdiri dari empat tingkat tak mampu menampung buku-buku saya. Alhasil, kini saya menyusun buku menjadi dua bagian di satu rak agar buku saya muat.
Rak buku agak rapi |
Dengan berjalan waktu, saya kemudian semakin menyukai buku-buku perempuan. Buku-buku tentang perempuan sangat menarik minat saya. Dari buku, saya belajar tentang hak-hak perempuan. Saya semakin paham bahwa masih ada ketidakadilan yang dialami perempuan. Dari buku, saya juga belajar banyak hal tentang isu perempuan. Dulu saya sempat berpikir, senang sekali jika ada Penerbit Buku Perempuan. Tentu saja akan menambah wawasan saya tentang informasi perempuan. Saya kemudian menggenal Stiletto Book, yang khusus menerbitkan buku-buku tentang perempuan. Ya, Stileeto Book adalah penerbit buku perempuan. Salah satu buku terbitan Stiletto Book misalnya buku Girl Talk yang berisikan 30 kisah dari 60 perempuan. Buku ini bercerita secara runut percakapan demi percakapan tentang berbagai peristiwa yang dialami oleh perempuan.
Saya pun tak hanya membeli buku, tapi hingga kini masih langganan tabloid dan koran. Khusus untuk koran, kami langganan hanya pada Sabtu-Minggu. Membaca bagi saya dan keluarga adalah kebutuhan. Takkala media sosial semakin menjamur, kebiasaan membaca sempat menurun. Jika dulu sebelum tidur membaca buku, kini sebelum tidur membuka handphone. Di handphone, saya membuka twitter dan membaca berita-berita yang disajikan.
Ya, perkembangan teknologi juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan minat membaca menjadi menurun. Banyaknya permainan yang tersaji membuat orang lebih memilih bermain games daripada membaca.
Selain faktor itu, menurut saya ada beberapa penyebab mengapa minat membaca di Indonesia menurun. Faktor-faktor itu adalah :
1. Tak banyak sekolah yang mewajibkan anak untuk membaca buku selain buku pelajaran
2. Perpustakaan belum menjadi fasilitas sekolah yang wajib dikunjungi oleh siswa-siswa di sekolah
3. Tayangan di televisi masih ada yang menunjukkan bahwa orang yang suka membaca adalah sosok yang cupu, kuper dan berkacamata tebal
4. Distribusi buku-buku belum merata. Masih banyak daerah di Indonesia belum memiliki akses untuk membaca
5. Tak semua perkantoran memiliki perpustakaan
6. Buku masih dianggap sebagai barang mewah. Padahal masih ada orang sanggup menghabiskan uang Rp 100 ribu untuk sekali makan
7. Perpustakaan-perpustakaan masih hanya menjadi tempat untuk datang dan membaca.
8. Di rumah, kebiasaan membaca belum menjadi kewajiban. Masih banyak keluarga yang memilih menonton bersama dibandingkan membaca bersama-sama. Dan tentunya masih banyak berbagai alasan penyebab minat baca menurun
Lalu, apa yang yang dapat dilakukan agar minat membaca menjadi meningkat? Walaupun tak mudah, ini perlu dilakukan secara bertahap dan secara terus menerus. Saran saya seperti di bawah ini :
1. Sekolah mewajibkan anak untuk membaca selain buku pelajaran. Misalnya satu bulan satu buku. Nanti anak akan menceritakan isi buku itu di hadapan teman-teman sekelasnya. Atau bisa juga membuat resensi tentang isi buku itu. Bagi yang dianggap terbaik, mendapat hadiah sehingga memacu semangat untuk membaca.
2. Siswa wajib datang ke perpustakaan sekolah dan membaca buku milik sekolah. Minimal seminggu sekali. Perpustakaan juga harus lebih aktif misalnya memberi pengumuman jika ada buku baru yang tersedia. Ketersediaan buku-buku baru secara berkelanjutan membuat orang tertarik datang ke perpustakaan dan membaca
3. Penggambaran orang yang membaca adalah orang kuper, dan sebagainnya harus dihapus. Televisi harus menunjukkan sosok kutu buku adalah seseorang yang gaul dan berwawasan
4. Pemerintah memang sudah menyediakan mobil perpustakaan. Namun ini masih kurang dibandingkan daerah-daerah yang belum ‘tersentuh’ dengan buku-buku. Namun menurut saya, masyarakat juga harus sama-sama membantu distribusi buku. Penggalangan donasi dana dipersering dan dikirim ke daerah-daerah yang sulit terjangkau
5. Memiliki rak buku di rumah dan perkantoran sehingga seseorang tertarik untuk membaca. Agendakan sebulan minimal sekali ke toko buku bersama keluarga ataupun teman kerja. Bisa juga datang ke pameran buku bersama-sama. Setelah itu, berdiskusi tentang isi buku.
Data dari Perpusnas (Perpustakaan nasional Republik Indonesia) menunjukkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia merosot ke peringkat 124. Ada hubungan antara minat baca dengan angka kemiskinan dan tingkat kesejahteraan. Padahal, jika semangat membaca menular, akan banyak manfaat yang diperoleh. Bagi saya, wawasan seseorang yang senang membaca akan lebih luas. Banyak informasi yang diperoleh dari membaca. Maka tak heran, ada kalimat ‘membaca adalah jendela dunia’. Terkadang ketika saya menceritakan suatu tempat, banyak yang mengira saya sudah ke lokasi. Teryata itu semua saya peroleh dari membaca. Membaca juga membantu saya untuk menulis. Seringkali, setiap kali tidak memiliki bahan tulisan, saya memilih membaca. Walau hanya menemukan satu kata saja, namun satu kata itu yang membuat saya menulis dengan lancar. Ajaib kan? Ya, begitulah adanya. Ini dikarenakan membaca dapat meningkatkan kosakata.
Kegemaran membaca membantu saya saat melanjutkan kuliah pascasarjana di Universitas Indonesia. Saat kuliah dulu, banyak buku bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang wajib. Dengan membaca, saya menjadi terbantu menemukan benang merah setiap tulisan sehingga memudahkan saya menganalisa isi buku. Dari buku pula saya mendapat inspirasi untuk melanjutkan kuliah hingga pascasarjana. Saat saat saya membaca kisah seseorang dengan segala lika-liku kehidupan, memotivasi saya untuk tetap berjuang menyelesaikan sekolah. Apabila saya merasa stress, saya lebih memilih membaca buku yang menghibur sehingga kadar stress saya menurun, kehidupan menjadi semakin lebih baik.
Apakah hanya itu saja? Tentu saja masih sangat baca manfaat membaca yang saya peroleh. Hingga kini, saya selalu menyempatkan waktu untuk membaca. Di tas, saya sediakan juga buku yang ringan yang bisa dibaca dimana saja dan kapan saja. Yah, saya membaca sejak dulu hingga kini karena Book Addict is the New Sexy!
Sumber :
www.perpusnas.go.id
==========
Nama : Rach Alida Bahaweres
Akun Medsos : @lidbahaweres
Email : lidbahaweres@yahoo.com
saya juga suka baca mba, sayang nilai kuliah biasa2 aja soalnya saya senang baca fiksi. kata bapak saya, buku fiksi saya lebih banyak dr buku kuliah saya ><
Reply DeleteHihhii .. kalau baca buku fiksi biasanya imajinasinya tak terbendung, mba :).
Reply DeleteMbak ALida, saya pun senang sekali membaca. Semacam merasa keluar dari dunia rutinitas dan bisa membayangkan kehidupan seperti yang dibuku..
Reply DeleteIya mba. Bisa untuk melepas lelah :)
Reply DeleteSaya hobby membqca sejak kecil,setelah menikah suami juga suka baca dan suami bikinan saya rak buku khusus biar buku2 bacaan yang nggak kececer :D
Reply DeleteSenang ya mba jika suami ikut mendukung hobi kita :)
Reply Deletedulu saya juga berlangganan bobo, menginjak remaja langganan gadis, waktu hamil dan punya balita langganan ayahbunda, skrg nova hehe...
Reply DeleteAih sama. Aku ya skarang berlangganan Nova :) Makasih sudah berkunjung, mba :)
Reply Deletedulu saya juga berlangganan bobo, menginjak remaja langganan gadis, waktu hamil dan punya balita langganan ayahbunda, skrg nova hehe...
Reply Deletedulu saya juga berlangganan bobo, menginjak remaja langganan gadis, waktu hamil dan punya balita langganan ayahbunda, skrg nova hehe...
Reply DeleteSemoga koleksi bukunya bertambah ya, mbaak.. Lumayan hadiahnya nih.
Reply DeleteAamin amiin. Makasih doanya mba Leyla :)
Reply Deletetos dulu kita mak, sesama penikmat bobo wkatu kecil :)
Reply Delete*tossss* Bobo emang top sih ya :). Makasih mba Inda :)
Reply DeleteWaktu SD sy suka nongkrong di perpus sekolah.
Reply DeleteSemoga bukunya jd nambah ya mbak
Pasti menyenangkan ya mba Melly :). Amin doanya. Makasih
Reply Deletesenang ketemu sama seseorang yang juga hobi baca buku yang mbak.., tak sekedar kutu buku tapi juga sebagai predator :-)
Reply DeleteSalam santun yaa mbak Alida ^^
Iyaa, mba. Alhamdulillaah ya. Kalau liat buku tuh mata jadi kalap. Pengen ini pengen itu :). Makasih mbaa sudah berkunjung. Salam santun juga :)
Reply DeleteJadi inget, sejak pindahan rumah ini belum ada rak bukunya :)
Reply DeleteWah, harus masuk daftar belanja bulan ini, ma Lusi :)
Reply DeleteSaya juga ngalamin pinjem buku di perpus dan taman bacaan.
Reply DeleteDulu banyak ya tempat penyewaan buku.
Iya mba Liza. Sekarang sudah tak terlalu banyak, kalaupun ada sepi ...
Reply DeleteSaya juga ngalamin pinjem buku di perpus dan taman bacaan.
Reply DeleteDulu banyak ya tempat penyewaan buku.